Senin, 15 Oktober 2007

Sekilas tentang dalihan na tolu

Dalihan Na Tolu
Ditinjau dari perspektif Antropologi

Oleh: Sandrak. H. M


Abstrak : Dari sekian banyak identitas dalam suku Batak (Toba), satu konsep yang paling terkenal dan masih dipertahankan di tengah arus globalisasi saat ini adalah konsep “dalihan na tolu”. Dalihan Natolu merupakan sebuah konsep yang dapat menjaga kerukunan masyarakatnya, dengan berdasar pada nilai gotongroyong / kebersamaan, kekerabatan yang dilandasi dengan kasih sayang.
Dalihan na tolu terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni; dongan sabutuha, boru, hula-hula. Ketiga unsur ini memiliki fungsi dan peran yang saling berhubungan satu sama lain, ini menjadi landasan interaksi masyarakat dalam menentukan kedudukan, hak dan kewajiban masyarakat serta dapat mengendalikan tingkah laku masyarakat dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi sehari-hari.


Kata kunci : identitas, hubungan kekeluargaan, hak-kewajiban.



I. Pengantar
Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari berbagai macam etnik dengan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Adat istiadat bagian dari budaya merupakan modal sosial-kultural dalam menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. Keberanekaragaman etnik tersebut terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-masing memiliki adat dan budaya (custom and culture) yang berperan sebagai pedoman/penuntun dalam mengisi kehidupan mereka.

Adat (custom and tradition) dapat dijelaskan sebagai pola atau patron yang menggambarkan kebiasaan masyarakat yang bermukim di wilayah tertentu dalam melakukan interaksi sosial serta menjalankan kehidupan sehari-hari. Adat berisikan aturan-aturan informal, tata cara dan system komunikasi yang bersifat mengikat dan secara keseluruhan dijadikan prinsip dalam menciptakan kehidupan yang teratur bagi warganya.

Diantaranya keberagaman etnik tersebut terdapat etnik Batak (Toba) di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki adat-istiadat sebagai potensi bagi kerukunan bermasyarakat. Salah satu adat-istiadat yang dimiliki etnik Batak adalah dalihan na tolu, sebagai falsafah hidup masyarakat yang utuh dan diikat oleh aturan main yang rapi dan selalu ditaati, yang hingga saat ini masih dijalankan oleh masyarakatnya.

Adat-istiadat merupakan tata kelakuan yang diteruskan secara turun temurun kepada generasi mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman dalam bertingkahlaku dalam masyarakat.

Dalam masyarakat batak toba dikenal konsep Dalihan na tolu sebagai unsur budaya. Dalihan Na Tolu ini merupakan sesuatu yang bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga masih diturunkan ke generasi berikutnya. Dalam hal ini, antropologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan akan mencoba melihat dalihan na tolu dari sudut pandang disiplin ilmu antropologi.

Antropologi adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mengkaji manusia secara holistic. Secara holistic artinya dalam mengkaji manusia itu secara keseluruhan dari aspek kehidupannya.

II. Apa itu dalihan na tolu ?

Dalihan na tolu secara harfiah diartikan sebagai tungku yang terdiri dari tiga penyangga. Secara etimologi berarti merupakan suatu tumpuan yang komponen (unsur) nya terdiri dari 3 (tiga). Ketiga komponen ini disusun dengan besar, tinggi dan jarak yang sama sehingga mempunyai keseimbangan dan saling menopang.

Dalihan na tolu bagi masyarakat Batak (Toba) merupakan struktur yang memegang peranan yang penting dalam menetapkan keputusan-keputusan serta mengatur keselarasan hidup masyarakat Batak. Falsafah hidup dalihan na tolu di lingkungan etnik Batak dikenal dengan adanya sistem marga sesuai dengan adat patrilineal yang dianut masyarakat Batak. System marga ini merupakan identitas orang-orang yang mempunyai garis keturunan yang sama menurut ayah. Sistem marga-marga dalam budaya Batak selain sebagai identitas diri juga berfungsi sebagai pengikat tali persaudaraan yang kuat dalam melakukan interaksi antar sesama.
Dalihan natolu mempunyai aturan yang telah disepakati secara adapt. Salah satu aturan dalihan na tolu adalah dilarang kawin semarga (Incest). Adat dalihan na tolu ini masih bertahan mengikuti zaman. Berkembangnya arus globalisasi tidak menjadi penghalang bagi adat dalihan natolu untuk diterapkan dalam membina hubungan antar sesama, namun berkembangnya arus globalisasi turut berperan dalam mengembangkan adapt dalihan natolu. Dalihan na tolupun berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

III. Dalihan na tolu Sebagai Hubungan Kekeluargaan


Dalihan na tolu merupakan struktur masyarakat Batak (Toba) dan menjadi lambang sistem social. Dalihan na tolu membagi masyarakat ke dalam tiga kelompok atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Ketiga kelompok atau komponen tersebut terdiri dari dongan sabutuha, boru, hula-hula.

Dongan sabutuha awalnya adalah orang/kelompok yang sedarah (yang lahir dari perut yang sama) atau jika diterjemahkan perkata adalah teman seperut (lahir dari perus yang sama). Dalam perkembangan selanjutnya dongan sabutuha diidentikkan kepada semua orang yang mempunyai marga yang sama (semarga). Didalam paradatan (acara adat) atau dalam bermasyarakat, dongan sabutuha biasanya (harus) sependapat, sepenanggungan sebagai saudara kandung, baik senang (pesta) dan susah (hutang). Awalnya dongan sabuha tinggal sekampung (huta), sehingga mereka lebih sering bersama-sama dalam mengerjakan urusan adat, maupun sosial, misalnya dalam hal gotong-royong, mengawinkan anak. Meski sekarang sudah menunjukkan pergeseran-pergeseran nilai, terutama bagi yang hidup dikota-kota besar.

Boru bagi masyarakat Batak (Toba) adalah anak perempuan. Boru juga merupakan seorang/kelompok yang dapat atau yang mengambil isteri dari kelompok hula-hula. Adapun yang masuk pada kelompok atau komponen boru antara lain; suami anak perempuan dan anak-anaknya, orang tua suaminya dan dongan sabutuha suaminya. Boru merupakan orang/kelompok yang sangat dicintai, tapi tidak ikut menjadi pewaris orang tuanya (zaman dahulu, jika borunya menikah, akan diberi sebidang tanah (ulos naso olo buruk).

Dalam pesta adat perkawinan (misalnya, perkawinan iparnya-lae atau adik atau abang istri) borulah yang ditugaskan menyayang dagu pihak hula-hula seraya menyampaikan bagian (jambar) menurut letak kedudukan dalam dalihan na tolu.

Hula-hula adalah pihak yang memberi pengantin perempuan. Dongan sabutuha (orang tua penganti perempuan ) menjadi hula-hula bagi pihak pengantin laki-laki. Hula-hula terdiri dari; pihak mertua dan golongan semarganya, paman (tulang-saudara laki-laki dari ibu). Bagi masyarakat Batak (Toba) jika, putri paman (tulang) dinikahi oleh pihak boru merupakan suatu kebanggaan bagi kedua pihak. Hal merupakan perkawinan ideal bagi orang Batak (Toba) dari dulu sampai sekarang. Perkawinan demikian disebut dengan kawin pariban.
Dalam acara adat atau acara lainnya, pihak hula-hula sangat dihormati, mereka dianggap sebagai matahari kemuliaan karena dari merekalah pihak boru mendapat berkah.

IV. Hak Dan Kewajiban Unsur Dalihan Natolu.


Setiap unsur dalam adat Dalihan Na Tolu mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda. Hak dan kewajiban ini sesuai dengan kedudukan atau status mereka ketika duduk sama dalam menyelesaikan persoalan atau dalam hal pengambilan keputusan. Artinya dongan sabutuha mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan boru dan hula-hula. Walaupun secara relative kedudukan ini tidak mutlak disetiap kesempatan, karena bisa saja pada suatu waktu kelompok dongan sabutuha menjadi kelompok boru ataupun kelompok hula-hula dan sebaliknya.
Adapun hak dan kewajiban dalihan na tolu menerapkan pola tritunggal yakni, bahwa pihak hula-hulalah yang memberikan pertimbangan, masukan-masukan, dan nasihat-nasihat, sedangkan pihak dongan tubu atau dongan sabutuha sebagai tuan rumah yang menyadiakan semua keperluan, dan pihak boru yang berperan sebagai parhobas (pelayan atau pekerja).

Dongan Sabutuha
Dongan sabutuha mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan dua unsur dalihan na tolu yang lain. Dongan sabutuha (yang lahir dari perut yang sama) mempunyai sifat seperasaan, senasib dan sepenanggungan yang menjadikan dongan sabutuha ini menjadi seia sekata dalam menentukan keputusan dalam berbagai persoalan yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari. Dongan sabutuha secara umum mempunyai kewajiban dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul diantara orang-orang yang bersaudara.

Boru
Boru (anak perempuan) terdiri atas suami anak perempuan, anak-anaknya serta orang tua suami dan dongan sabutuha suaminya. Boru ini berhak atas kasih sayang pihak dongan sabutuha yang menjadi hula-hula dari boru dan orang Batak juga pada umumnya mencintai pihak boru. Disamping punya hak, pihak boru juga punya kewajiban dalam mendukung setiap pekerjaan yang dilakukan oleh pihak hula-hulanya.

Hula-hula
Hula-hula (Pemberi Pengantin Perempuan) terdiri atas semua dongan sabutuha orang tua pengantin perempuan. Ini bukan saja hanya pihak mertua dan golongan semarganya, tetapi juga tulang (paman), yakni saudara-saudara ibu


Fungsi Dalihan Na Tolu
Dalihan na tolu mempunyai fungsi dalam menentukan hubungan masyarakat yang berinteraksi dalam artian apakah dia sebagai dongan sabutuha, boru, ataupun hula-hula. Hal ini juga penting dalam mengatur tata komunikasi atau tutur sapa.

Dalihan na tolu juga berfungsi menentukan kedudukan, hak dan kewajiban masyarakat. Fungsi dari ketiga unsur diuraikan seperti dibawah ini;
Pertama, hula-hula berfungsi untuk memberikan petuah, nasihat, bahkan diyakini sebagai pemberi berkat. Hula-hula ini berkedudukan lebih terhormat dari unsur yang lain
Kedua, dongan tubu atau dongan sabutuha berfungsi sebagai tuan rumah yang menyediakan bukan melayani keperluan kegiatan atau acara.
Ketiga, boru berperan sebagai pelayan (parhobas) dalam acara adat maupun acara lainnya (misalnya, gotong-royong).

Fungsi Dalihan Na Tolu juga mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat Batak (Toba). Pengaturan atau pengendalian itu didasarkan pada pola perilaku terhadap tiga unsur dalihan na tolu, yakni somba marhula-hula “hormat kepada pihak pemberi istri”, elek marboru “membujuk kepada pihak penerima istri, dan manat mardongan tubu “hati-hati kepada teman semarga”. Hal inilah yang mengendalikan pola bertingkah laku masyarakat Batak (Toba) sehingga setiap orang Batak bertemu, dia akan mempraktekkan pola bertingkah laku itu.




DAFTAR BACAAN

Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu: Prinsip dan Pelaksanaanya.
Jakarta: Penerbit Grafina

Sibarani, Robert. 2005. Peranan Dalihan Na Tolu Etnik Batak Toba Dalam
Merekat Kesatuan Bangsa. hal 42-56. Medan: Media Forkala SU.

1 komentar:

Sandrak Lugo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.